Pages

PUISI TERAKHIR Bp.H.BJ HABIBI & ME


Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.

Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,

dan kematian adalah sesuatu yang pasti,

dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,

adalah kenyataan bahwa kematian

benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan

dalam diri seseorang, sekejap saja,

lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati,

hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.

Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,

pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,

aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,

tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.

mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua,

tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta,

sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan,

Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.

selamat jalan sayang,cahaya mataku, penyejuk jiwaku,selamat jalan,

calon bidadari surgaku ....

Oleh : H. BJ.HABIBIE 

Terpisah darimu bukanlah sesuatu yang mudah bagiku,

membutuhkan energi besar sekedar melupakanmu sejenak.

Engkau terlampau indah untuk dilukiskan dalam torehan pena,

bahkan belum kutemukan kata untuk melukiskan indahmu.

Kadang kuberharap kau tak mengusik tenangku, tetapi bayangmu

terlampau sulit untuk dihapuskan, ia selalu saja hadir menggoda naluri,

hingga terasa sekujur tubuh terkapar menikmati getirnya rindu.

Andai tak kumiliki, Tuhan yang mengajari porsi cinta,

maka mungkin aku harus tunduk berserah pada kehendak jiwaku yang menyesatkan.

Ya Allah........Engkau lebih aku cinta dari segalanya, jangan biarkan

hati ini bergantung pada selain-Mu.......

Oleh : Tguh Imam Satryo

inilah yg namanya sebuah CINTA

cinta tak terputus walau raga menghilang

walaupun raga terkoyak

walaupun semua telah kembali padanya

sebuah kesetian dalam jalinan cinta terbayar sudah

sudahi pilu menembus duka

kebahagiaan,tangisan, adaalah awalnya

namun setia adalah petunjuknya

kepercayan kepada pasangan kita

ya,,, itulah kuncinya

semoga Allah berkenan memberi kita cinta sejat karena itu abadi...

Read more

PERNAH MENINGGALKAN PUASA DENGAN SENGAJA


Assalamu'alaikum . . .

Aku mau bertanya Ustad!!!

Beberapa tahun yang lalu puasa aku sering bolong-bolong, sampai-sampai aku tidak ingat lagi sudah berapa kali puasa aku yang bolong tapi aku bolongnya bukan karena sakit melainkan karena hawa nafsu dan sedikit godaan dari lingkungan sekitar. Nah yang ingin aku tanyakan apakah aku wajib mengqodhonya dan berapa kali aku mengqodho puasa ku sedangkan aku tidak ingat lagi berapa kali aku bolong?

By: Pemuda Yang Haus Ilmu Agama

Jawaban:

Semoga Allah senantiasa memberikan kita hidayah demi hidayah. Kami sangat senang sekali jika ada di antara saudara kami yang mendapatkan hidayah, apalagi menyadari dosa yang ia lakukan dan ingin bertaubat. Sungguh pintu taubat masih terbuka lebar bagi siapa saja yang ingin meraihnya.

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53).

Tugas kitalah menyesali setiap dosa yang kita lakukan. Penyesalan inilah bagian dari taubat yang tulus.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)

Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan taubat yang tulus di sini adalah apabila terpenuhi empat syarat: “[1] Menghindari dosa untuk saat ini. [2] Menyesali dosa yang telah lalu. [3] Bertekad tidak melakukannya lagi di masa akan datang. [4] Lalu jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia harus menyelesaikannya/ mengembalikannya.”[1]

Tangisilah setiap dosa tersebut dan takutlah pada Siapa yang Engkau maksiati yaitu Allah yang tidak mungkin lepas satu makhlukpun dari penglihatan-Nya. Malik bin Dinar mengatakan, “Menangisi dosa-dosa itu akan menghapuskan dosa-dosa sebagaimana angin mengeringkan daun yang basah.”[2]

Jika memang Anda adalah orang yang sudah baligh (beranjak dewasa) dengan salah satu tandanya adalah dengan mimpi basah atau tumbuh bulu kemaluan, maka tentu saja sudah dikenai kewajiban puasa. Jadi meninggalkannya pun jadi masalah besar. Betul sekali apa yang dikatakan oleh saudara bahwa kadangkala ini terjadi karena pengaruh lingkungan yang jelek. Itu memang benar sekali. Terutama ketika kita sudah baligh namun masih belum sadar untuk menunaikan kewajiban puasa dan terpengaruh dengan teman-teman yang jelek, maka ada yang tidak berpuasa dengan sengaja. Bukan karena sakit atau apa, namun memang karena malas berpuasa. Lalu masalahnya jika seseorang meninggalkan puasa dalam kondisi seperti ini puasanya harus diganti atau seperti apa?

Mayoritas ulama berpendapat bahwa siapa saja yang sengaja membatalkan puasa atau tidak berpuasa baik karena ada udzur atau pun tidak, maka wajib baginya untuk mengqodho’ puasa.[3]

Namun ada ulama yang memiliki pendapat yang berbeda. Ibnu Hazm dan ulama belakangan seperti Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahumallah berpendapat bahwa bagi orang yang tidak berpuasa dengan sengaja tanpa ada udzur, tidak wajib baginya untuk mengqodho’ puasa. Ada kaedah ushul fiqih yang mendukung pendapat ini: “Ibadah yang memiliki batasan waktu awal dan akhir, apabila seseorang meninggalkannya tanpa udzur (tanpa alasan), maka tidak disyariatkan baginya untuk mengqodho’ kecuali jika ada dalil baru yang mensyariatkannya”.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin memaparkan pula kaedah di atas: “Sesungguhnya ibadah yang memiliki batasan waktu (awal dan akhir), apabila seseorang mengerjakan ibadah tersebut di luar waktunya tanpa ada udzur (alasan), maka ibadah tadi tidaklah bermanfaat dan tidak sah.”

Syaikh rahimahullah kemudian membawakan contoh. Misalnya shalat dan puasa. Apabila seseorang sengaja meninggalkan shalat hingga keluar waktunya, lalu jika dia bertanya, “Apakah aku wajib mengqodho’ (mengganti) shalatku?” Kami katakan, “Engkau tidak wajib mengganti (mengqodho’) shalatmu. Karena hal itu sama sekali tidak bermanfaat bagimu dan amalan tersebut akan tidak diterima.

Begitu pula apabila ada seseorang yang tidak berpuasa sehari di bulan Ramadhan (dengan sengaja, tanpa udzur, -pen), lalu dia bertanya pada kami, “Apakah aku wajib untuk mengqodho’ puasa tersebut?” Kami pun akan menjawab, “Tidak wajib bagimu untuk mengqodho’ puasamu yang sengaja engkau tinggalkan hingga keluar waktu karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”[4]

Seseorang apabila mengakhirkan ibadah yang memiliki batasan waktu awal dan akhir dan mengerjakan di luar waktunya, maka itu berarti dia telah melakukan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan tersebut adalah amalan yang batil dan tidak ada manfaat sama sekali.”

Mungkin ada yang ingin menyanggah penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin di atas dengan mengatakan, “Lalu kenapa ada qodho’ bagi orang yang memiliki udzur seperti ketiduran atau lupa? Tentu bagi orang yang tidak memiliki udzur seharusnya lebih pantas ada qodho’, artinya lebih layak untuk mengganti shalat atau puasanya.”

Syaikh Ibnu Utsaimin –alhamdulillah- telah merespon perkataan semacam tadi. Beliau rahimahullah mengatakan, “Seseorang yang memiliki udzur, maka waktu ibadah untuknya adalah sampai udzurnya tersebut hilang. Jadi, orang seperti ini tidaklah mengakhirkan ibadah sampai keluar waktunya. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bagi orang yang lupa shalat, “Shalatlah ketika dia ingat”.

Adapun orang yang sengaja meninggalkan ibadah hingga keluar waktunya lalu dia tunaikan setelah itu, maka dia berarti telah mengerjakan ibadah di luar waktunya. Oleh karena itu, untuk kasus yang kedua ini, amalannya tidak diterima.”[5]

Lalu jika seseorang yang tidak berpuasa dengan sengaja tanpa ada udzur di atas tidak perlu mengqodho’, lantas apa kewajiban dirinya? Kewajiban dirinya adalah bertaubat dengan taubat nashuha dan hendaklah dia tutup dosanya tersebut dengan melakukan amalan sholih, di antaranya dengan memperbanyak puasa sunnah.

Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan, “Amalan ketaatan seperti puasa, shalat, zakat dan selainnya yang telah lewat (ditinggalkan tanpa ada udzur), ibadah-ibadah tersebut tidak ada kewajiban qodho’, taubatlah yang nanti akan menghapuskan kesalahan-kesalahan tersebut. Jika dia bertaubat kepada Allah dengan sesungguhnya dan banyak melakukan amalan sholih, maka itu sudah cukup daripada mengulangi amalan-amalan tersebut.”[6]

Syaikh Masyhur bin Hasan Ali Salman mengatakan, “Pendapat yang kuat, wajib baginya untuk bertaubat dan memperbanyak puasa-puasa sunnah, dan dia tidak memiliki kewajiban kafaroh.”[7]

Itulah yang harus dilakukan oleh orang yang meninggalkan puasa dengan sengaja tanpa ada udzur. Yaitu dia harus bertaubat dengan ikhlash (bukan riya’), menyesali dosa yang telah dia lakukan, kembali melaksanakan puasa Ramadhan jika berjumpa kembali, bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan, dan taubat tersebut dilakukan sebelum datang kematian atau sebelum matahari terbit dari sebelah barat. Kemudian ia pun seharusnya menambah banyak kebaikan dengan menambah puasa sunnah dan kebaikan lainnya agar kejelekan tadi dapat ditutupi.

Adapun orang yang meninggalkan puasa atau sengaja membatalkan puasa karena ada udzur seperti karena sakit, hamil, menyusui, bersafar dan dalam kondisi tersebut tidak mampu berpuasa, maka ia cukup mengqodho’ puasa di hari lainnya di saat ia mampu untuk berpuasa.

Demikian jawaban yang bisa kami berikan kepada si penanya. Semoga Allah menerima taubat kita sekalian.

Hanya Allah yang beri taufik.

Diselesaikan di Panggang-GK, 15 Sya’ban 1431 H (26/07/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com
Untuk Page Hari-Hari Besar Islam

[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/61.
[2] Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 203, Darul Muayyid, cetakan pertama, 1424 H.
[3] Pendapat ini juga menjadi pendapat Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (komisi fatwa di Saudi Arabia) dalam beberapa fatwanya.
[4] HR. Muslim no. 1718
[5] Kutub wa Rosa-il lil ‘Utsaimin, 172/68.
[6] Idem
[7] Fatawa Syaikh Masyhur bin Hasan Ali Salman, soal no. 53, Asy Syamilah

Read more

Hukum puasa dll, dibulan Ramadhan ( Dalil Al Qur'an & Al Hadist )


Berikut ini saya akan menyampaikan beberapa dalil Al Qur’an dan Hadits mengenai puasa wajib, agar kita tidak terjebak dalam taqlid (mengikuti sesuatu tanpa tahu dalil2nya) seperti yang disebut dalam Al-Qur’an:

وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak punya pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung-jawaban” (Al Isra:36)

Kewajiban puasa di bulan Ramadan disebutkan dalam Al Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang2 yang beriman, diwajibkan bagimu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan pada orang2 sebelum kamu. Mudah2an kamu bertakwa” (Al -Baqarah:183)

Dan bagi siapa di antara kalian yang menyaksikan bulan tersebut -Ramadhan- maka diharuskan baginya berpuasa.” (Al-Baqarah: 185)

Dari ayat di atas jelas bahwa puasa itu adalah wajib. Artinya jika dikerjakan berpahala, dan jika tidak dikerjakan kita berdosa.

Pada ayat tersebut, Allah subhanahu menentukan waktu diwajibkannya puasa yakni pada bulan Ramadhan. Dimana sebelumnya, Allah subhanahu sebelum ayat di atas memberikan pilihan antara berpuasa atau membayarkan fidyah, yaitu pada firman Allah ta’la,

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. “ (AlBaqarah 184)

Pendapat ini adalah pendapat sebagian besar ulama tafsir, hingga hal tersebut terhapuskan dengan firman Allah ta’ala,

“Maka diharuskan untuk berpuasa.”

Yang menunjukkan keharusan untuk berpuasa.

An-Nawawi mengatakan, “Salamah bin Al-Akwa’ radhiallahu ‘anhu berkata, ketika ayat ini diturunkan,

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. “ (AlBaqarah 184)

Maka bagi siapa yang hendak berbuka dan membayarkan fidyah -diperbolehkan baginya-, hingga turun ayat yang selanjutnya menghapuskan hal tersebut.”

Pada riwayat lainnya, “Dahulu kami pada bulan Ramadhan di masa Rasulullah r, bagi siapa yang berkehendak dapat berpuasa, dan bagi yang mau juga dapat berbuka dan membayarkan fidyah berupa memberi makan orang miskin. Hingga turun ayat ini,

“Dan bagi siapa di antara kalian yang menyaksikan bulan tersebut -Ramadhan- maka diharuskan baginya berpuasa.” (Al-Baqarah: 185) (HR. Al-Bukhari dan Muslim).”

Sedangkan dalil dari As-Sunnah, di antaranya, Hadist Thalhah bin Ubaidullah, beliau berkata, seseorang dari penduduk Najed menjumpai Rasulullah r, dalam keadaan rambut terurai dan kami tidaklah dapat menyimak perkataannya dan tidak mengerti apa yang diucapkannya hingga dia mendekat, yang ternyata dia bertanya tentang Islam, Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat lima waktu pada setiap hari dan malam.”

Orang tersebut bertanya, “Apakah ada yang wajib bagiku selainnya?”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, kecuali shalat yang sunnah.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan puasa pada bulan Ramadhan.”

Orang tersebut bertanya, “Apakah ada yang wajib bagiku selainnya?”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, kecuali puasa yang sunnah.”

Lalu Thalhah berkata, “Dan Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan perihal zakat, kemudian orang tersebut bertanya, “Apakah ada yang wajib bagiku selainnya?”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, kecuali sedekah yang sunnah.”

Beliau berkata, “Lalu orang tersebut berbalik pergi sambil berkata, “Demi Allah saya tidak akan menambah hal ini dan tidak juga menguranginya.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Beruntunglah dia, jikalau dia berkata benar.”

(HR. Al-Bukhari -bersama Al-Fath- 1/106, Muslim, 1/40-41, Malik 1/no. 94, Ahmad 1/162, Abu Dawud 1/no. 391 dan An-Nasa’i 1/226-227)

Dan hadits Abdullah bin Umar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Islam didirikan diatas lima pondasi, yaitu mentauhidkan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji.”

(HR. Al-Bukhari 1/49, Muslim 1/45, An-Nasa’i 8/107 dan At-Tirmidzi 5/no.2609)

Sedangkan dalil dari ijma’ kaum muslimin, maka sesungguhnya umat Islam telah sepakat akan kewajiban pengerjaan ibadah puasa pada bulan Ramadhan, dan tidak seorangpun yang mengingkarinya kecuali seorang yang kafir. Beberapa imam mazhab telah mengutip adanya ijma’ tersebut.

Sedangkan dalil dari tinjauan nalar yang sehat, sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Kaasani di dalam kitab beliau Al-Bada’i, ” …dari beberapa tinjauan:

Pertama, bahwa puasa adalah sarana untuk syukur nikmat. Dimana puasa merupakan bentuk menahan diri dari makan, minum dan hubungan intim. Dan ketiga hal tersebut merupakan nikmat terbesar dan yang paling utama. Dan menghalangi diri dari nikmat-nikmat tersebut pada masa tertentu, akan dapat menjangkau kadar kedudukan kesemua nikmat tersebut. Karena semua nikmat tidaklah diketahui kadarnya, dan apabila
nikmat tersebut telah sirna, barulah akan diketahui kadarnya. Yang dengan demikian akan menuntun seseorang untuk menunaikan hak nikmat-nikmat tersebut dengan cara bersyukur. Dan syukur nikmat adalah suatu kewajiban, baik dari tinjauan akal maupun syara’. Karena itulah Allah subhanahu mengisyaratkan hal tersebut pada ayat tentang puasa,

“Agar kalian bersyukur.”

Kedua, bahwa puasa adalah sarana untuk menuju pada ketakwaan. Karena jika seseorang telah dapat menuntun nafsunya untuk menahan diri dari suatu yang halal demi meaih keridhaan Allah ta’ala dan karena takut akan pedihnya siksa Allah, maka diapun akan dapat menuntun dirinya untuk menjauhkan diri dari hal yang haram. Dengan demikian puasa adalah sebab seseorang menjauhkan diri dari segala yang Allah haramkan. Dan hal tersebut suatu yang wajib. Dan karenanya terdapat isyarat didalam firman Allah ta’ala pada akhir ayat puasa,

“Agar kalian bertakwa.”

Ketiga, didalam pengerjaan ibadah puasa terdapat penekanan tabiat dan pematahan hawa nafsu. Karena jika hawa nafsu a telah kenyang, maka hawa nafsu tersebut akan terdorong untuk melampiaskan syahwat. Dan jika dalam keadaan lapar, maka akan segala dorongan tersebut akan tertahan. Karena itulah Nabi r bersabda, “Barang siapa yang khawatir akan dirinya keinginan syahwat jima’, maka hendaknya dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa adalah perisai baginya.”

Dengan demikian puasa adalah saana untuk menghalangi diri seseorang dari kemaksiatan dan sarana tersebut suatu yang wajib.”

(Lihat: Al-Majmu’ 6/250-252, Al-Hawi Al-Kabir 3/394-395, Fathul Qadir 2/306, Bada’i Ash-Shana’i 2/113-114, Al-Mughni 3/2-3, Al-Ahkam AlWustha 2/205-206 dan Ar-Raudhah An-Nadiyah 1/531)

....................................................................................................
...................................................................................................

KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN :

1. Artinya : Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra: Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. pernah bersabda : Ketika datang bulan Ramadhan: Sungguh telah datang kepadamu bulan yang penuh berkat, diwajibkan atas kamu untuk puasa, dalam bulan ini pintu Jannah dibuka, pintu Neraka ditutup, Setan- Setan dibelenggu. Dalam bulan ini ada suatu malam yang nilanya sama dengan seribu bulan, maka barangsiapa diharamkan kebaikannya ( tidak beramal baik didalamnya), sungguh telah diharamkan (tidak mendapat kebaikan di bulan lain seperti di bulan ini). ( HR. Ahmad, Nasai dan Baihaqy. Hadits Shahih Ligwahairihi).

2. "Diriwayatkan dari Urfujah, ia berkata : Aku berada di tempat 'Uqbah bin Furqad, maka masuklah ke tempat kami seorang dari Sahabat Nabi saw. ketika Utbah melihatnya ia merasa takut padanya, maka ia diam. Ia berkata: maka ia menerangkan tentang puasa Ramadhan ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda tentang bulan Ramadhan: Di bulan Ramadhan ditutup seluruh pintu Neraka, dibuka seluruh pintu Jannah, dan dalam bulan ini Setan dibelenggu. Selanjutnya ia berkata : Dan dalam bulan ini ada malaikat yang selalu menyeru : Wahai orang yang selalu mencari/ beramal kebaikan bergembiralah anda, dan wahai orang-orang yang mencari/berbuat kejelekan berhentilah ( dari perbuatan jahat) . Seruan ini terus didengungkan sampai akhir bulan Ramadhan." (Riwayat Ahmad dan Nasai )

3. " Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra. Sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda : Shalat Lima waktu, Shalat Jum'at sampai Shalat Jum'at berikutnya, puasa Ramadhan sampai puasa Ramadhan berikutnya, adalah menutup dosa-dosa (kecil) yang diperbuat diantara keduanya, bila dosa-dosa besar dijauhi." ( H.R.Muslim)

4. "Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru, bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda: puasa dan Qur'an itu memintakan syafa’at seseorang hamba di hari Kiamat nanti. puasa berkata : Wahai Rabbku,aku telah mencegah dia memakan makanan dan menyalurkan syahwatnya di siang hari, maka berilah aku hak untuk memintakan syafa'at baginya. Dan berkata pula AL-Qur'an : Wahai Rabbku aku telah mencegah dia tidur di malam hari ( karena membacaku ), maka berilah aku hak untuk memintakan syafaat baginya. Maka keduanya diberi hak untuk memmintakan syafaat." ( H.R. Ahmad, Hadits Hasan).

5. "Diriwayatkan dari Sahal bin Sa'ad : Sesungguhnya Nabi saw telah bersabda : bahwa sesungguhnya bagi Jannah itu ada sebuah pintu yang disebut " Rayyaan".

Pada hari kiamat dikatakan : Dimana orang yang puasa? ( untuk masuk Jannah melalui pintu itu), jika yang terakhir diantara mereka sudah memasuki pintu itu, maka ditutuplah pintu itu." (HR. Bukhary Muslim).

6. Rasulullah saw. bersabda : Barangsiapa puasa Ramadhan karena beriman dan ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lalu dan yang sekarang ( HR.Bukhary Muslim).

KESIMPULAN :

Kesemua Hadits di atas memberi pelajaran kepada kita, tentang keutamaan bulan Ramadhan dan keutamaan beramal didalamnya, diantaranya :

1. Bulan Ramadhan adalah:

Bulan yang penuh Barakah.
Pada bulan ini pintu Jannah dibuka dan pintu neraka ditutup.
Pada bulan ini Setan-Setan dibelenggu.
Dalam bulan ini ada satu malam yang keutamaan beramal didalamnya lebih baik daripada beramal seribu bulan di bulan lain, yakni malam LAILATUL QADR.
Pada bulan ini setiap hari ada malaikat yang menyeru menasehati siapa yang berbuat baik agar bergembira dan yang berbuat ma'shiyat agar menahan diri. (dalil 1 & 2).

2. Keutamaan beramal di bulan Ramadhan antara lain :
Amal itu dapat menutup dosa-dosa kecil antara setelah Ramadhan yang lewat sampai dengan Ramadhan berikutnya.
Menjadikan bulan Ramadhan memintakan syafaa't.
Khusus bagi yang puasa disediakan pintu khusus yang bernama Rayyaan untuk memasuki Jannah. ( dalil 3, 4, 5 dan 6).

...................................................................................................
...................................................................................................

Diantara faedah ibadah puasa yang paling besar adalah pada dua hal:

Pertama : Tenangnya hawa nafsu yang bergejolak.
Kedua : Mematahkan setiap dinding nafsu yang berlebihan, yang berkaitan langsung dengan anggota tubuh semisal mata, lisan, telingan dan kemaluan. Karena puasa akan melemahkan setiap gerak anggota tubuh tersebut pada masing-masing fungsinya.

Kewajiban mengerjakan puasa pada bulan Ramadhan telah ditunjukkan di dalam Al-Qur`an, As-Sunnah Ash-Shahihah, ijma’/konsensus, dan nalar yang sehat.

Keutamaan Puasa:

1. “Barang siapa mendirikan puasa Ramadan dengan penuh keimanan dan kebaikan, maka akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu” (HR Bukhari – Muslim)

2. “Seorang hamba yang berpuasa dalam sehari di jalan Allah, maka akan dijauhkan Allah orang tersebut pada hari itu wajahnya dari neraka sejauh 70 musim dingin” (HR Bukhari – Muslim)


Dua hari sebelum bulan Ramadan dan hari Raya kita dilarang berpuasa:

3. Dari Abu Hurairah.ra, dia berkata: “Bersabda Rasulullah SAW: “Janganlah kamu dahului puasa Ramadan dengan puasa satu hari atau dua hari, kecuali bagi orang yang biasa berpuasa (mis: puasa Daud, penulis), maka puasa sehari (sebelum Ramadan) itu diperbolehkan” (HR Bukhari dan Muslim)

4. Dari Abu Sa’id Al Khudri ra, ia berkata “Bahwasanya Rasulullah melarang berpuasa 2 hari, yaitu hari Idul Fitri (1 Syawal) dan hari Idul Adha. (HR Bukhari – Muslim) Berpuasa setelah Ru’yat (melihat bulan pertanda tanggal 1 Ramadan), begitu pula berhari raya (melihat bulan pertanda tanggal 1 Syawal):

5. Dari Ibnu Umar ra, ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Bila kamu telah melihat tanggal 1 bulan Ramadan, maka puasalah, dan bila kamu melihat tanggal 1 Syawal, maka berhari rayalah. Tetapi bila mendung, maka perkirakanlah (sesuai dengan hari perhitungan)” (HR Bukhari dan Muslim)

6. Pada riwayat Muslim disebutkan: “Maka jika mendung terhadapmu, perkirakanlah sampai hari ketiga puluh.” Pada Imam Bukhari: “Maka Sempurnakanlah sampai hitungan 30 hari.”

Waktu niat puasa Ramadan:

7. Dari Hafsah, Ummul Mukminin ra: “Bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: ‘Barang siapa yang tidak menetapkan (niat) berpuasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya (tidak sah puasanya).’ (Hadits diriwayatkan oleh Imam Lima).

Menyegerakan berbuka puasa:

8. Dari Sahl bin Sa’ad ra, ia berkata: “Bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: ‘Amat baik orang2 itu senantiasa menyegerakan berbuka (dalam puasanya)’” (HR Bukhari dan Muslim) Berbuka puasa dalam hal ini adalah dengan meminum dan memakan makanan yang menyegarkan dan halal, bukan merokok (yang makruh dan berbahaya bagi kesehatan).

Berbuka puasa dengan buah korma :

9. Dari Salman bin Amir Adh Dhabiyyi ra, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: “Bila seseorang di antara kamu berbuka puasa, hendaklah dengan buah korma, bila tidak ada, maka berbukalah dengan air, sebab air itu suci (Hadits diriwayatkan oleh Imam Lima).

Hukum Sahur (Makan sebelum puasa):

10. Dari Anas bin Malik ra, ia berkata: “Bersabda Rasulullah SAW: ‘Sahurlah kamu, karena dalam sahur itu terdapat berkah yang besar” (HR Bukhari - Muslim)

11. “Ummatku selalu dalam kebaikan selagi mensegerakan berbuka dan mengakhirkan (melambatkan) sahur” (HR Ahmad)

12. “Sesungguhnya mengakhirkan sahur itu merupakan sunnah dari para rasul” (HR Ibnu Hibban)

Yang dilarang dalam Puasa:

13. Barang siapa yang tidak bisa meninggalkan diri dari ucapan palsu (jelek) dan tetap mengerjakannya, maka tidak berguna bagi Allah puasanya (HR Bukhari – Muslim)

14. Banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan pahala kecuali lapar,dan banyak orang yang shalat (malam) tidak mendapat pahalanya kecuali berjaga” (HR Al Hakim) Hadits di atas menganjurkan kita agar meningkatkan kendali diri (self control) agar tidak mengucapkan kata-kata yang keji dan perbuatan-perbuatan yang tercela, terutama di bulan Puasa.

15. Dari Abdullah bin Umar ra, ia berkata: “Bersabda Rasulullah SAW: ‘Tidak ada puasa orang yang berpuasa selama-lamanya (tidak sahur dan berbuka)’” (HR Bukhari – Muslim)

16. Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: “Bersabda Rasulullah SAW: ‘ Barang siapa yang terpaksa muntah, maka tidak ada qadha baginya, dan barang siapa sengaja muntah, maka wajib qadha atasnya (batal puasanya) [hadits diriwayatkan oleh Imam Lima]

17. Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: “Seorang lelaki datang kepada Rasulullah SAW mengadukan hal dirinya, lalu ia berkata: ‘Ya Rasulullah, celakalah aku’ Kemudian Rasulullah SAW bertanya: ‘Mengapa?’ Jawabnya: ‘Aku telah menyetubuhi istriku pada siang hari bulan Ramadan.” Kemudian beliau bertanya: ‘Apakah kamu punya hamba sahaya yang dapat dimerdekakan?’ Jawabnya: ‘Tidak punya,’ maka beliau bertanya lagi: ‘Mampukah kamu berpuasa selama dua bulan berturut2?’ Jawabnya: ‘Tidak mampu.’ Lalu beliau bertanya lagi: ‘Dapatkah kamu memberi makan 60 orang miskin?’ Jawabnya: ‘Tidak dapat.’ Lalu Rasulullah duduk dan menyerahkan sekarung korma kepadanya, sambil bersabda: ‘Sedekahkanlah ini.” Maka orang itu berkata lagi: ‘Apakah disedekahkan kepada orang yang paling fakir dari ?kami, sebab tidak ada seorangpun di antara orang yang berdiam pada batu hitam dari ahli Madinah yang paling membutuhkan lebih daripada kami.” Kemudian Rasulullah SAW tersenyum, sehingga jelas terlihat gigi beliau yang putih, kemudian beliau bersabda: ‘Pergilah, berilah makan keluargamu.” (Hadits diriwayatkan oleh Imam Tujuh)

18. “Sesungguhnya puasa itu perisai. Maka jika salah seorang dari kamu berpuasa, jangan berkata keji dan kasar. Kalau dia dicela atau hendak diperangi seseorang, hendaklah ia berkata, sesungguhnya aku sedang berpuasa” (HR Bukhari – Muslim)

Read more

Kunci Hidup Sukses


"Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu..." (Q. S Ali Imran (3) : 160)

Bagaimana kita memahami pengertian hidup sukses? Dari mana harus memulainya ketika kita ingin segera diperjuangkan?

Tampaknya tidak terlalu salah bila ada orang yang telah berhasil menempuh jenjang pendidikan tinggi, bahkan lulusan luar negeri, lalu menganggap dirinya orang sukses. Mungkin juga seseorang yang gagal dalam menempuh jalur pendidikan formal belasan tahun lalu, tetapi saat ini berani menepuk dada karena yakin bahwa dirinya telah mencapai sukses. Mengapa demikian? Karena, ia telah memilih dunia wirausaha, lalu berusaha keras tanpa mengenal lelah, sehingga mewujudlah segala buah jerih payahnya itu dalam belasan perusahaan besar yang menguntungkan.

Seorang ayah dihari tuanya tersenyum puas karena telah berhasil mengayuh bahtera rumah tangga yang tentram dan bahagia, sementara anak anaknya telah ia antar ke gerbang cakrawala keberhasilan hidup yang mandiri. Seorang kiai atau mubaligh juga berusaha mensyukuri kesuksesan hidupnya ketika jutaan umat telah menjadi jamaahnya yang setia dan telah menjadikannya sebagai panutan, sementara pesantrennya selalu dipenuh sesaki ribuan santri.

Pendek kata, adalah hak setiap orang untuk menentukan sendiri dari sudut pandang mana ia melihat kesuksesan hidup. Akan tetapi, dari sudut pandang manakah seyogyanya seorang muslim dapat menilik dirinya sebagai orang yang telah meraih hidup sukses dalam urusan dunianya?

Membangun Fondasi
Kalau kita hendak membangun rumah, maka yang perlu terlebih dahulu dibuat dan diperkokoh adalah fondasinya. Karena, fondasi yang tidak kuat sudah dapat dipastikan akan membuat bangunan cepat ambruk kendati dinding dan atapnya dibuat sekuat dan sebagus apapun.

Sering terjadi menimpa sebuah perusahaan, misalnya yang asalnya memiliki kinerja yang baik, sehingga maju pesat, tetapi ternyata ditengah jalan rontok. Padahal, perusahaan tersebut tinggal satu dua langkah lagi menjelang sukses. Mengapa bisa demikian? ternyata faktor penyebabnya adalah karena didalamnya merajalela ketidakjujuran, penipuan, intrik dan aneka kezhaliman lainnya.

Tak jarang pula terjadi sebuah keluarga tampak berhasil membina rumah tangga dan berkecukupan dalam hal materi. Sang suami sukses meniti karir dikantornya, sang isteri pandai bergaul ditengah masyarakat, sementara anak-anaknya pun berhasil menempuh jenjang studi hingga ke perguruan tinggi, bahkan yang sudah bekerjapun beroleh posisi yang bagus. Namun apa yang terjadi kemudian?

Suatu ketika hancurlah keutuhan rumah tangganya itu karena beberapa faktor yang mungkin mental mereka tidak sempat dipersiapkan sejak sebelumnya untuk menghadapinya. Suami menjadi lupa diri karena harta, gelar, pangkat dan kedudukannya, sehingga tergelincir mengabaikan kesetiaannya kepada keluarga. Isteripun menjadi lupa akan posisinya sendiri, terjebak dalam prasangka, mudah iri terhadap sesamanya dan bahkan menjadi pendorong suami dalam berbagai perilaku licik dan curang. Anak-anakpun tidak lagi menemukan ketenangan karena sehari-hari menonton keteladanan yang buruk dan
menyantap harta yang tidak berkah.

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk merintis sesuatu secara baik? Alangkah indah dan mengesankan kalau kita meyakini satu hal, bahwa tiada kesuksesan yang sesungguhnya, kecuali kalau Allah Azza wa Jalla menolong segala urusan kita. Dengan kata lain apabila kita merindukan dapat meraih tangga kesuksesan, maka segala aspek yang berkaitan dengan dimensi sukses itu sendiri harus disandarkan pada satu prinsip, yakni sukses dengan dan karena pertolongan-Nya. Inilah yang dimaksud dengan fondasi yang tidak bisa tidak harus diperkokoh sebelum kita membangun dan menegakkan mernara gading kesuksesan.

Sunnatullah dan Inayatullah
Terjadinya seseorang bisa mencapai sukses atau terhindar dari sesuatu yang tidak diharapkannya, ternyata amat bergantung pada dua hal yakni sunnatullah dan inayatullah. Sunatullah artinya sunnah-sunnah Allah yang mewujud berupa hukum alam yang terjadinya menghendaki proses sebab akibat, sehingga membuka peluang bagi perekayasaan oleh perbuatan manusia. Seorang mahasiswa ingin menyelesaikan studinya tepat waktu dan dengan predikat memuaskan. Keinginan itu bisa tercapai apabila ia bertekad untuk bersungguh-sungguh dalam belajarnya, mempersiapkan fisik dan pikirannya dengan sebaik-baiknya, lalu meningkatkan kuantitas dan kualitas belajarnya sedemikian rupa, sehingga melebihi kadar dan cara belajar yang dilakukan rekan-rekannya. Dalam konteks sunnatullah, sangat mungkin ia bisa meraih apa yang dicita-citakannya itu.

Akan tetapi, ada bis yang terjatuh ke jurang dan menewaskan seluruh penumpangnya, tetapi seorang bayi selamat tanpa sedikitpun terluka. Seorang anak kecil yang terjatuh dari gedung lantai ketujuh ternyata tidak apa-apa, padahal secara logika terjatuh dari lantai dua saja ia bisa tewas. Sebaliknya, mahasiswa yang telah bersungguh-sungguh berikhtiar tadi, bisa saja gagal total hanya karena Allah menakdirkan ia sakit parah menjelang masa ujian akhir studinya, misalnya. Segala yang mustahil menurut akal manusia sama sekali tidak ada yang mustahil bila inayatullah atau pertolongan Allah telah turun.

Demikian pula kalau kita berbisnis hanya mengandalkan ikhtiar akal dan kemampuan saja, maka sangat mungkin akan beroleh sukses karena toh telah menetapi prasyarat sunnatullah. Akan tetapi, bukankah rencana manusia tidak mesti selalu sama dengan rencana Allah. Dan adakah manusia yang mengetahui persis apa yang menjadi rencana Nya atas manusia? Boleh saja kita berjuang habis-habisan karena dengan begitu orang kafirpun toh beroleh kesuksesan. Akan tetapi, kalau ternyata Dia menghendaki lain lantas kita mau apa? mau kecewa? kecewa sama sekali tidak mengubah apapun. Lagipula, kecewa yang timbul dihati tiada lain karena kita amat menginginkan rencana Allah itu selalu sama dengan rencana kita. Padahal Dialah penentu segala kejadian karena hanya Dia yang Maha Mengetahui hikmah dibalik segala kejadian.

Rekayasa Diri
Apa kuncinya? Kuncinya adalah kalau kita menginginkan hidup sukses di dunia, maka janganlah hanya sibuk merekayasa diri dan keadaan dalam rangka ikhtiar dhahir semata, tetapi juga rekayasalah diri kita supaya menjadi orang yang layak ditolong oleh Allah. Ikhtiar dhahir akan menghadapkan kita pada dua pilihan, yakni tercapainya apa yang kita dambakan - karena faktor sunnatullah tadi - namun juga tidak mustahil akan berujung pada kegagalan kalau Allah menghendaki lain.

Lain halnya kalau ikhtiar dhahir itu diseiringkan dengan ikhtiar bathin. Mengawalinya dengan dasar niat yang benar dan ikhlas semata mata demi ibadah kepada Allah. Berikhtiar dengan cara yang benar, kesungguhan yang tinggi, ilmu yang tepat sesuai yang diperlukan, jujur, lurus, tidak suka menganiaya orang lain dan tidak mudah berputus asa.

Senantiasa menggantungkan harap hanya kepada Nya semata, seraya menepis sama sekali dari berharap kepada makhluk. Memohon dengan segenap hati kepada Nya agar bisa sekiranya apa-apa yang tengah diikhtiarkan itu bisa membawa maslahat bagi dirinya mapun bagi orang lain, kiranya Dia berkenan menolong memudahkan segala urusan kita. Dan tidak lupa menyerahkan sepenuhnya segala hasil akhir kepada Dia Dzat Maha Penentu segala kejadian.

Bila Allah sudah menolong, maka siapa yang bisa menghalangi pertolongan-Nya? Walaupun bergabung jin dan manusia untuk menghalangi pertolongan yang diturunkan Allah atas seorang hamba Nya sekali-kali tidak akan pernah terhalang karena Dia memang berkewajiban menolong hamba-hambaNya yang beriman.

"Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu. Jika Allah membiarkan kamu (tidak memberikan pertolongan) maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal" (QS Ali Imran (3) : 160).

BOYM MQ File

Read more

Kunci Pengokoh Jiwa


1. SIAP

Senantiasa menyadari bahwa hidup di dunia ini hanya satu kali sehingga aku tidak boleh gagal dan sia-sia tanpa guna.

Ikhtiar yang disertai niat yang sempurna itulah tugasku, perkara apapun yang terjadi kuserahkan sepenuhnya kepada Allah Yang Maha Tahu yang terbaik bagiku.

Aku harus sadar betul bahwa yang terbaik bagiku menurutku belum tentu terbaik bagiku menurut Allah, bahkan mungkin aku terkecoh oleh keinginan harapanku sendiri.

Pengetahuanku tentang diriku atau tentang apapun amat terbatas sedangkan pengetahuan Allah menyelimuti segalanya. Sehingga betapapun aku sangat menginginkan sesuatu, tetapi hatiku harus kupersiapkan untuk menghadapi kenyataan yang tak sesuai dengan harapanku. Karena mungkin itulah yang terbaik bagiku.

2. RELA

Realitas yang terjadi yaa... inilah kenyataan dan episode hidup yang harus kujalani.

Emosional, sakit hati, dongkol, atau apapun yang membuat hatiku menjadi kecewa dan sengsara harus segera kutinggalkan karena dongkol begini, tidak dongkol juga tetap begini. Lebih baik aku menikmati apa adanya.

Lubuk hatiku harus realistis menerima kenyataan yang ada, namun tubuh dan pikiranku harus tetap bekerja keras mengatasi dan menyelesaikan masalah ini.

Apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur. Maka yang harus kulakukan adalah mencari ayam, cakweh, kacang polong, kecap, seledri, bawang goreng dan sambal agar bubur ayam spesial tetap dapat kunikmati.

3. MUDAH

Meyakini bahwa hidup ini bagai siang dan malam yang pasti silih berganti. Tak mungkin siang terus menerus dan tak mungkin juga malam terus menerus. Pasti setiap kesenangan ada ujungnya begitupun masalah yang menimpaku pasti ada akhirnya. Aku harus sangat sabar menghadapinya.

Ujian yang diberikan oleh Allah Yang Maha Adil pasti sudah diukur dengan sangat cermat sehingga tak mungkin melampaui batas kemampuanku, karena ia tak pernah menzhalimi hamba-hamba-Nya.

Dengan pikiran buruk aku hanya semakin mempersulit dan menyengsarakan diri. Tidak, aku tidak boleh menzhalimi diiku sendiri. Pikiranku harus tetap jernih, terkendali, tenang dan proporsional. Aku tak boleh terjebak mendramatisir masalah.

Aku harus berani menghadapi persoalan demi persoalan. Tak boleh lari dari kenyataan, karena lari sama sekali tak menyelesaikan bahkan sebaliknya hanya menambah permasalahan. Semua harus tegar kuhadapi dengan baik, aku tak boleh menyerah, aku tak boleh kalah.

Harusnya segala sesuatu itu ada akhirnya. Begitu pun persoalan yang kuhadapi, seberat apapun seperti yang dijanjikan Allah “Fa innama ’al usri yusran, inna ma’al usri yusran” dan sesungguhnya bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan, bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan. Janji yang tak pernah mungkin dipungkiri oleh Allah. Karena itu aku tak boleh mempersulit diri.

4. NILAI

Nasib baik atau buruk dalam pandanganku mutlak terjadi atas izin Allah dan Allah tak mungkin berbuat sesuatu yang sia-sia.

Ini pasti ada hikmah. Sepahit apapun pasti ada kebaikan yang terkandung di dalamnya bila disikapi dengan sabar dan benar.

Lebih baik aku renungkan kenapa Allah menakdirkan semua ini menimpaku. Bisa jadi sebagai peringatan atas dosa-dosaku, kelalaianku, atau mungkin saat kenaikan kedudukanku di sisi Allah.

Aku mungkin harus berfikir keras untuk menemukan kesalahan yang harus kuperbaiki.

Itibar dari setiap kejadian adalah cermin pribadiku. Aku tak boleh gentar dengan kekurangan dan kesalahan yang terjadi. Yang penting kini aku bertekad sekuat tenaga untuk memperbaikinya. Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat.

5. AHAD

Aku harus yakin bahwa walaupun bergabung seluruh manusia dan jin untuk menolongku tak mungkin terjadi apapun tanpa izin-Nya.

Hatiku harus bulat total dan yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa hanya Allah-lah satu-satunya yang dapat menolong memberi jalan keluar terbaik dari setiap urusan.

Allah Mahakuasa atas segala-galanya karena itu tiada yang mustahil bila Dia menghendaki. Dialah pemilik dan penguasa segala sesuatu, sehingga tiada yang sanggup menghalangi jika Dia berkehendak menolong hamba-hamba-Nya. Dialah yang mengatur segala sebab datangnya pertolongan-Nya.

Dengan demikian maka aku harus benar-benar berjuang, berikhtiar mendekati-Nya dengan mengamalkan apapun yang disukainya dan melepaskan hati ini dari ketergantungan selain-Nya, karena selain Dia hanyalah sekedar mahluk yang tak berdaya tanpa kekuatan dari-Nya.

"Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya akan diberi jalan keluar dari setiap urusannya dan diberi rizki dari arah yang tak diduga, dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya akan dicukupi segala kebutuhannya." (QS [65] : 2-3).


BOYM MQ File

Read more