Agar Bahtera Tetap Berlayar (Special untuk sahabatku yang mau Nikah)
Dalam Islam pernikahan merupakan suatu aqad (perjanjian) yang diberkahi antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang dengan aqad itu menjadi halal bagi keduanya hal-hal yang sebelumnya diharamkan. Dengan pernikahan itu keduanya mulai mengarungi bahtera kehidupan panjang yang diwarnai cinta dan kasih saying, saling pengertian, toleransi, saling tolong menolong, masing-masing memberikan ketenangan bagi yang lain, sehingga dalam perjalanannya keduanya mendapatkan kebahagiaan.
Namun, bahtera pernikahan tidak selalu menghadapi laut yang tenang, kadang ada riak, kadang ada ombak kecil, kali lain datang ombak besar yang kesemuanya dapat membuat bahtera kita menjadi oleng. Itulah sunnatullah (ketetapan Allah), karenanya barang siapa berani berlayar ia tidak boleh takut menghadapi ombak.
Berikut ini kiat-kiat yang dapat dilakukan suami istri agar bahtera pernikahan tetap berlayar walau ombak datang menghadang.
Mendekatkan diri kepada Allah SWT
Ini adalah kiat terpenting, karena hati manusia berada di antara dua jemari Allah yang Maha Penyayang. Harm bin Hayyan seorang ahli ibadah di masa Umar ra berkata, "Tiada seorang hamba yang mendekatkan hatinya kepada Allah, melainkan Allah akan mendekatkan hati orang-orang mukmin kepadanya sampai ia mendapatkan cinta mereka." Caranya adalah suami istri saling mengingatkan tentang ibadah masing-masing, baik yang wajib maupun yang sunnah dan keduanya berusaha berpegang teguh pada nilai-nilai Islam dalam membina rumah tangga.
Betapa indahnya gambaran yang diceritakan Rasulullah SAW mengenai sepasang suami istri berikut ini, "Semoga Allah merahmati laki-laki yang bangun malam dan mengerjakan shalat, lalu membangunkan istrinya untuk mengerjakan shalat. Apabila istrinya tidak mau, ia mencipratkan air ke wajahnya. Dan semoga Allah merahmati wanita yang bangun malam dan mengerjakan shalat, lalu membangunkan suaminya untuk mengerjakan shalat. Apabila suaminya tidak mau, ia mencipratkan air ke wajahnya." (HR Abu Dawud, Nasa'l dan Ibnu Majah).
Suasana saling mengingatkan dan saling tolong menolong yang terjalin antara suami istri dalam berbuat ketaatan akan menjadikan rumah tangga insya Allah berada dalam naungan rahmat Allah. Karenanya, jika suami atau istri merasakan adanya kesenjangan dengan pasangannya, atau merasakan kesempitan/beratnya beban dalam menghadapi persoalan/masalah dalam rumah tangga maka hal pertama yang harus dilakukan hendaknya keduanya mengoreksi kualitas hubungannya dengan Allah.
Berusaha menyertai pasangan saat suka dan duka Tiap orang memiliki kegemaran berbeda dan biasanya merupakan kesenangan tersendiri jika kita dapat menikmati kegemaran kita, itulah saat-saat 'suka' bagi kita. Karena itu orang memiliki saat-saat suka yang berbeda-beda. Begitu pula halnya dengan suami istri, kegemaran yang berbeda memungkinkan keduanya memiliki saat-saat suka yang berbeda pula.
Misalnya suami mengalami saat suka kala membaca dan mengeksplorasi komputer (karena itulah kegemarannya) sedang istri mengalaminya ketika sedang 'mengeksplorasi' resep-resep baru. Dan menjadi sesuatu yang membahagiakan apabila pada saat tertentu keduanya saling menyertai dalam menikmati kegemaran pasangannya. Tidak ada salahnya jika sekali-kali ikut berpartisipasi mengaduk-aduk tepung saat istrinya sedan mencoba resep baru, keduanya dapat bersenda gurau sebagaimana pernah suatu saat Rasulullah SAW mencandai A'isyah ra ketika sedang bersama mengaduk tepung, beliau memoleskan tepung ke wajah A'isyah ra, atau saat Rasulullah SAW mengajak A'isyah lomba lari.
Demikian juga hendaknya ketika suami atau istri atau rumah tangga sedang mendapat cobaan dan ujian dari Allah SWT, keduanya saling menyertai dan menguatkan satu sama lain. Ingatlah kisah kesetiaan dan kesabaran Siti Khadijah ra menyertai Rasulullah SAW saat awal menerima risalah, menjadi pendamping beliau saat dimana semua orang bahkan kerabat Rasul sendiri memusuhi beliau, tetap menjadi pendamping beliau yang setia saat Rasulullah diboikot selama tiga tahun oleh masyarakat Quraisyi hingga mereka dan kaum muslimin lainnya harus makan rumput-rumputan karena tidak ada makanan dan bukan hanya itu, Ibunda Khadijah ra bahkan telah menyerahkan dirinya, hartanya, jiwanya dan seluruh hidupnya untuk menyertai Rasulullah SAW dalam menegakkan risalah-Nya. Keseluruhan kepribadian dan sikap Ibunda Khadijah ra ini membuat kedudukan beliau di mata Rasulullah SAW tidak tergantikan oleh istri-istri yang lain yang dinikahi beliau setelah wafatnya.
Memupuk sikap toleransi dan berusaha menjadi pemaaf bagi pasangannya
Adalah sesuatu yang tidak mungkin jika kita berharap pasangan kita selalu melakukan yang sesuai dengan keinginan kita atau selalu menjadi yang kita inginkan atau tidak melakukan kesalahan. "Manusia itu tempatnya salah dan dosa," demikian kata Rasulullah SAW. Karena itu yang terbaik adalah masing-masing berusaha memiliki toleransi yang besar terhadap hal-hal yang dilakukan pasangannya tidak sesuai keinginannya, dan menjadi pemaaf terhadap kesalahan yang dilakukan pasangannya, tidak mengingatnya dan tidak menyebutnya dari waktu ke waktu.
"Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kalian tidak ingin supaya Allah memberi ampunan kepada kalian?" (QS An-Nur: 22)
Menjaga 'rahasia' pasangan
Setiap orang memiliki 'rahasia' yang tidak suka diceritakan atau diketahui orang lain, begitu pula halnya dengan pasangan suami istri. Walaupun suami istri terkadang saling mengetahui 'rahasia' pasangannya, keduanya tetap tidak suka jika rahasia tersebut diketahui orang lain. Karena itu hendaknya suami istri saling menjaga rahasia pasangannya, yang demikian itu lebih dapat menjaga perasaan masing-masing sehingga mewujudkan rasa saling percaya diantara keduanya. Terlebih bila rahasia itu menyangkut hubungan suami istri, Ingatlah sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat laki-laki yang menggauli istrinya dan wanita yang menggauli suaminya, kemudian salah seorang dari keduanya menceritakan rahasia suami istri itu." ***
Tulisan ini pernah dimuat dalam Majalah Safina No. 4 Tahun I, Juni 2003
sumber : eramuslim
0 komentar:
Posting Komentar