Menjauhi Syubhat
''Sesungguhnya yang halal itu telah jelas dan yang haram pun telah jelas. Di antara keduanya terdapat hal-hal syubhat (meragukan) yang tidak diketahui oleh orang kebanyakan. Barangsiapa berhati-hati terhadap hal-hal yang syubhat itu, maka sungguh dia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Dan orang yang terjerumus pada syubhat sungguh telah terjerumus pada haram.
Seperti pengembala yang mengembala ternaknya di sekitar tapal batas, hampir menginjak tapal batas itu. Ingatlah sesungguhnya setiap penguasa memiliki tapal batas. Ingatlah sesungguhnya tapal batas Allah adalah keharaman-keharaman (yang ditetapkan)-Nya.'' (HR Bukhari dan Muslim).
Al-Jurjani mengartikan syubhat sebagai sesuatu yang belum diyakini status halal dan haramnya
Al-Shan'ani pun berpendapat hampir sama :
''Yang dimaksud dengan syubhat adalah hal-hal yang belum diketahui status halal dan haramnya hingga sebagian besar orang yang tidak tahu (awam) menjadi ragu antara halal dan haram. Hanya para ulama yang mengetahui status hukumnya dengan jelas, baik berdasarkan nas ataupun berdasarkan ijtihad yang mereka lakukan dengan metode qiyas, istishhab, dan sebagainya'' (Subul Al-Salam, jil. IV hal. 316).
Merujuk pada pengertian tersebut, syubhat memang bukan sebuah status hukum seperti halal, haram, makruh, wajib, dan sunat. Syubhat sesungguhnya menggambarkan pengetahuan objektif sebagian besar orang terhadap status hukum suatu perkara. Sebab, dalam pandangan hukum, tidak ada satu pun masalah yang tidak memiliki status hukum. Sekalipun kadang-kadang diperdebatkan, ketidakjelasannya bukan karena keraguan, tapi berlandaskan keilmuan yang jelas.
Jadi, sebenarnya bagi orang yang tahu, status suatu perkara sudah jelas, sekalipun debatable di kalangan orang yang sama-sama tahu. Sementara status syubhat muncul dari ketidaktahuan, bukan dari pengetahuan. Selamanya akan meragukan dan tidak akan pernah melahirkan kemantapan dalam menentukan sikap terhadap perkara tersebut. Kondisi seperti ini pasti akan melanda sebagian besar umat, terutama kelompok awam.
Seringkali umat menghadapi sesuatu yang tidak jelas dan meragukan. Bahkan para ulama sendiri, dalam kasus-kasus tertentu akan menghadapi situasi yang membingungkan seperti itu. Sementara Islam sama sekali tidak menghendaki hinggapnya keraguan dan kebingungan dalam hati umatnya. Islam selalu mengajarkan agar segala sesuatu dilakukan atas dasar keyakinan. Keyakinan merupakan salah satu prinsip beragama yang paling penting dalam Islam.
Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW menyatakan :
''Maka campakkanlah keraguan dan dirikanlah (perbuatanmu) di atas sesuatu yang meyakinkan'' (HR Muslim dari Abi Sa'id Al-Khudri).
Oleh karena itu, bila umat menghadapi satu hal yang membingungkan, ragu antara halal dan haram maka sebaiknya hal itu ditinggalkan. Hal itu termasuk dalam kategori syubhat.
Dengan menjauhi syubhat berarti kita telah membersihkan agama dan kehormatan kita dari noda-noda yang mungkin saja tanpa kita sadari menepel pada agama dan kehormatan kita. Dengan cara seperti ini, tidak akan ada tuduhan bahwa Islam membingungkan, karena sebenarnya Islam sudah sangat jelas. Hanya saja seringkali, karena pengetahuan yang terbatas banyak orang yang bingung menentukan sikap.
Dengan cara ini pula, kita akan terhindar dari fitnah telah melakukan hal yang buruk. Kehormatan kita sebagai seorang Mukmin akan tetap terjaga. Inilah yang disebut sikap wara' (hati-hati) dalam beragama. Wallahu a'lamu bi al-shawwab.
sumber : republika
0 komentar:
Posting Komentar