Pages

EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN



1. Pendahuluan
Kesadaran masyarakat akan pencemaran udara akibat gas buang kendaraan bermotor
di kota-kota besar saat ini makin tinggi. Dari berbagai sumber bergerak seperti mobil
penumpang, truk, bus, lokomotif kereta api, kapal terbang, dan kapal laut, kendaraan
bermotor saat ini maupun dikemudian hari akan terus menjadi sumber yang dominan
dari pencemaran udara di perkotaan. Di DKI Jakarta, kontribusi bahan pencemar dari
kendaraan bermotor ke udara adalah sekitar 70 %.
Resiko kesehatan yang dikaitkan dengan pencemaran udara di perkotaan secara
umum, banyak menarik perhatian dalam beberapa dekade belakangan ini. Di banyak
kota besar, gas buang kendaraan bermotor menyebabkan ketidaknyamanan pada
orang yang berada di tepi jalan dan menyebabkan masalah pencemaran udara pula.
Beberapa studi epidemiologi dapat menyimpulkan adanya hubungan yang erat antara
tingkat pencemaran udara perkotaan dengan angka kejadian (prevalensi) penyakit
pernapasan. Pengaruh dari pencemaran khususnya akibat kendaraan bermotor tidak
sepenuhnya dapat dibuktikan karena sulit dipahami dan bersifat kumulatif. Kendaraan
bermotor akan mengeluarkan berbagai gas jenis maupun partikulat yang terdiri dari
berbagai senyawa anorganik dan organik dengan berat molekul yang besar yang dapat
langsung terhirup melalui hidung dan mempengaruhi masyarakat di jalan raya dan
sekitarnya.
Makalah ini akan mengulas dampak pencemaran udara yang diakibatkan oleh emisi
gas bua ng kendaraan bermotor terhadap kesehatan maupun lingkungan khususnya
kendaraan bermotor dengan bahan bakar fosil-bensin dan solar.

2. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor
Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari
kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi mengemudi, jenis mesin, alat
pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi dan faktor lain yang semuanya ini
membuat pola emisi menjadi rumit.
Jenis bahan bakar pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar bensin
maupun bahan bakar solar sebenarnya sama saja, hanya berbeda proporsinya karena
perbedaan cara operasi mesin. Secara visual selalu terlihat asap dari knalpot
Emisi gas buang kendaraan bermotor juga cenderung membuat kondisi tanah dan air
menjadi asam. Pengalaman di negara maju membuktikan bahwa kondisi seperti ini
dapat menyebabkan terlepasnya ikatan tanah atau sedimen dengan beberapa
mineral/logam, sehingga logam tersebut dapat mencemari lingkungan.

3. Dampak Terhadap Kesehatan
Senyawa-senyawa di dalam gas buang terbentuk selama energi diproduksi untuk
mejalankan kendaraan bermotor. Beberapa senyawa yang dinyatakan dapat
membahayakan kesehatan adalah berbagai oksida sulfur, oksida nitrogen, dan oksida
karbon, hidrokarbon, logam berat tertentu dan partikulat. Pembentukan gas buang
tersebut terjadi selama pembakaran bahan bakar fosil-bensin dan solar didalam mesin.
Dibandingkan dengan sumber stasioner seperti industri dan pusat tenaga listrik, jenis
proses pembakaran yang terjadi pada mesin kendaraan bermotor tidak sesempurna di
dalam industri dan menghasilkan bahan pencemar pada kadar yang lebih tinggi,
terutama berbagai senyawa organik dan oksida nitrogen, sulfur dan karbon. Selain itu
gas buang kendaraa n bermotor juga langsung masuk ke dalam lingkungan jalan raya
yang sering dekat dengan masyarakat, dibandingkan dengan gas buang dari cerobong
industri yang tinggi. Dengan demikian maka masyarakat yang tinggal atau melakukan
kegiatan lainnya di sekitar jalan yang padat lalu lintas kendaraan bermotor dan
mereka yang berada di jalan raya seperti para pengendara bermotor, pejalan kaki, dan
polisi lalu lintas, penjaja makanan sering kali terpajan oleh bahan pencemar yang
kadarnya cukup tinggi. Estimasi dosis pemajanan sangat tergantung kepada tinggi
rendahnya pencemar yang dikaitkan dengan kondisi lalu lintas pada saat tertentu.
Keterkaitan antara pencemaran udara di perkotaan dan kemungkinan adanya resiko
terhadap kesehatan, baru dibahas pada beberapa dekade be lakangan ini. Pengaruh
yang merugikan mulai dari meningkatnya kematian akibat adanya episod smog
sampai pada gangguan estetika dan kenyamanan. Gangguan kesehatan lain diantara
kedua pengaruh yang ekstrim ini, misalnya kanker pada paru-paru atau organ tubuh
lainnya, penyakit pada saluran tenggorokan yang bersifat akut maupun khronis, dan
kondisi yang diakibatkan karena pengaruh bahan pencemar terhadap organ lain sperti
paru, misalnya sistem syaraf. Karena setiap individu akan terpajan oleh banyak
senyawa secara bersamaan, sering kali sangat sulit untuk menentukan senyawa mana
atau kombinasi senyawa yang mana yang paling berperan memberikan pengaruh
membahayakan terhadap kesehatan.
Bahaya gas buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan tergantung dari toksiats
(daya racun) masing-masing senyawa dan seberapa luas masyarakat terpajan olehnya.

Beberapa faktor yang berperan di dalam ketidak pastian setiap analisis resiko yang
dikaitkan dengan gas buang kendaraan bermotor antara lain adalah :
h Definisi tentang bahaya terhadap kesehatan yang digunakan
h Relevansi dan interpretasi hasil studi epidemiologi dan eksperimental
h Realibilitas dari data pajanan
h Jumlah manusia yang terpajan
h Keputusan untuk menentukan kelompok resiko yang mana yang akan dilindungi
h Interaksi antara berbagai senayawa di dalam gas buang, baik yang sejenis maupun
antara yang tidak sejenis
h Lamanya terpajan (jangka panjang atau pendek)
Pada umumnya istilah dari bahaya terhadap kesehatan yang digunakan adalah
pengaruh bahan pencemar yang dapat menyebabkan meningkatnya resiko atau
penyakit atau kondisi medik lainnya pada seseorang ataupun kelompok orang.
Pengaruh ini tidak dibatasi hanya pada pengaruhnya terhadap penyakit yang dapat
dibuktikan secara klinik saja, tetapi juga pada pengaruh yang pada suatu mungkin
juga dipengaruhi faktor lainnya seperti umur misalnya.
Telah banyak bukti bahwa anak-anak dan para lanjut usia merupakan kelompok yang
mempunyai resiko tinggi di dalam peristiwa pencemaran udara. Anak-anak lebih peka
terhadap infeksi saluran pernafasan dibandingkan dengan orang dewasa, dan fungsi
paru-paru nya juga berbeda. Para usia lanjut masuk di dalam kategori kelompok
resiko tinggi karena penyesuaian kapasitas dan fungsi paru-paru menurun, dan
pertahanan imunitasnya melemah. Karena kapasitas paru-paru dari penderita penyakit
jantung dan paru-paru juga rendah, kelompok ini juga sangat peka terhadap
pencemaran udara.
Berdasarkan sifat kimia dan perilakunya di lingkungan, dampak bahan pencemar yang
terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor digolongkan sebagai berikut :
1. Bahan-bahan pencemar yang terutama mengganggu saluran pernafasan. Yang
termasuk dalam golongan ini adalah oksida sulfur, partikulat, oksida nitrogen,
ozon dan oksida lainnya.
2. Bahan-bahan pencemar yang menimbulkan pengaruh racun sistemik, seperti
hidrokarbon monoksida dan timbel/timah hitam.
3. Bahan-bahan pencemar yang dicurigai menimbulkan kanker seperti hidrokarbon.
4. Kondisi yang mengganggu kenyamanan seperti kebisingan, debu jalanan, dll.

A. Bahan-Bahan Pencemar yang Terutama Mengganggu Saluran Pernafasan
Organ pernafasan merupakan bagian yang diperkirakan paling banyak mendapatkan
pengaruh karena yang pertama berhubungan dengan bahan pencemar udara. Sejumlah
senyawa spesifik yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor seperti oksida -
oksida sulfur dan nitrogen, partikulat dan senyawa-senyawa oksidan, dapat
menyebabkan iritasi dan radang pada saluran pernafasan. Walaupun kadar oksida
sulfur di dalam gas buang kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin relatif
kecil, tetapi tetap berperan karena jumlah kendaraan bermotor dengan bahan bakar
solar makin meningkat. Selain itu menurut studi epidemniologi, oksida sulfur bersama
dengan partikulat bersifat sinergetik sehingga dapat lebih meningkatkan bahaya
terhadap kesehatan.
h Oksida sulfur dan partikulat
Sulfur dioksida (SO2) merupakan gas buang yang larut dalam air yang langsung
dapat terabsorbsi di dalam hidung dan sebagian besar saluran ke paru-paru. Karena
partikulat di dalam gas buang kendaraan bermotor berukuran kecil, partikulat tersebut
dapat masuk sampai ke dalam alveoli paru-paru dan bagian lain yang sempit.
Partikulat gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri jelaga (hidrokarbon yang
tidak terbakar) dan senyawa anorganik (senyawa-senyawa logam, nitrat dan sulfat).
Sulfur dioksida di atmosfer dapat berubah menjadi kabut asam sulfat (H2SO4) dan
partikulat sulfat. Sifat iritasi terhadap saluran pernafasan, menyebabkan SO2 dan
partikulat dapat membengkaknya membran mukosa dan pembentukan mukosa dapat
meningkatnya hambatan aliran udara pada saluran pernafasan. Kondisi ini akan
menjadi lebih parah bagi kelompok yang peka, seperti penderita penyakit jantung atau
paru-paru dan para lanjut usia.
h Oksida Nitrogen
Diantara berbagai jenis oksida nitrogen yang ada di udara, nitrogen dioksida
(NO2) merupakan gas yang paling beracun. Karena larutan NO2 dalam air yang lebih
rendah dibandingkan dengan SO2, maka NO2 akan dapat menembus ke dalam saluran
pernafasan lebih dalam. Bagian dari saluran yang pertama kali dipengaruhi adalah
membran mukosa dan jaringan paru. Organ lain yang dapat dicapai oleh NO2 dari
paru adalah melalui aliran darah.

Karena data epidemilogi tentang resiko pengaruh NO2 terhadap kesehatan manusia
sampai saat ini belum lengkap, maka evaluasinya banyak didasarkan pada hasil studi
eksprimental. Berdasarkan studi menggunakan binatang percobaan, pengaruh yang
membahayakan seperti misalnya meningkatnya kepekaan terhadap radang saluran
pernafasan, dapat terjadi setelah mendapat pajanan sebesar 100 μg/m3 . Percobaan
pada manusia menyatakan bahwa kadar NO2 sebsar 250 μg/m3 dan 500 μg/m3 dapat
mengganggu fungsi saluran pernafasan pada penderita asma dan orang sehat.

h Ozon dan oksida lainnya
Karena ozon lebih rendah lagi larutannya dibandingkan SO2 maupun NO2, maka
hampir semua ozon dapat menembus sampai alveoli. Ozon merupakan senyawa
oksidan yang paling kuat dibandingkan NO2 dan bereaksi kuat dengan jaringan tubuh.
Evaluasi tentang dampak ozon dan oksidan lainnya terhadap kesehatan yang
dilakukan oleh WHO task group menyatakan pemajanan oksidan fotokimia pada
kadar 200-500 μg/m³ dalam waktu singkat dapat merusak fungsi paru-paru anak,
meningkat frekwensi serangan asma dan iritasi mata, serta menurunkan kinerja para
olaragawan.

B. Bahan-bahan pencemar yang menimbulkan pengaruh racun sistemik
Banyak senyawa kimia dalam gas buang kendaraan bermotor yang dapat
menimbulkan pengaruh sistemik karena setelah diabsorbsi oleh paru, bahan pencemar
tersebut dibawa oleh aliran darah atau cairan getah bening ke bagian tubuh lainnya,
sehingga dapat membahayakan setiap organ di dalam tubuh. Senyawa-senyawa yang
masuk ke dalam hidung dan ada dalam mukosa bronkial juga dapat terbawa oleh
darah atau tertelan masuk tenggorokan dan diabsorbsi masuk ke saluran pencernaan.
Selain itu ada pula pemaja nan yang tidak langsung, misalnya melalui makanan,
seperti timah hitam. Diantara senyawa-senyawa yang terkandung di dalam gas
kendaraan bermotor yang dapat menimbulakan pengaruh sistemik, yang paling
penting adalah karbon monoksida dan timbel.

h Karbon Monoksida
Karbon monoksida dapat terikat dengan haemoglobin darah lebih kuat
dibandingkan dari oksigen membentuk karboksihaemoglobin (COHb), sehingga
menyebabkan terhambatnya pasokan oksigen ke jaringan tubuh. Pajanan CO
diketahui dapat mempengaruhi kerja jantung (sistem kardiovaskuler), sistem syaraf
pusat, juga janin, dan semua organ tubuh yang peka terhadap kekurangan oksigen.

Pengaruh CO terhadap sistem kardiovaskuler cukup nyata teramati walaupun dalam
kadar rendah. Penderita penyakit jantung dan penyakit paru merupakan kelompok
yang paling peka terhadap pajanan CO. Studi eksperimen terhadap pasien jantung dan
penyakit pasien paru, menemukan adanya hambatan pasokan oksigen ke jantung
selama melakukan latihan gerak badan pada kadar COHb yang cukup rendah 2,7 %.
Pengaruh pajanan CO kadar rendah pada sistem syaraf dipelajari dengan suatu uji
psikologi. Walaupun diakui interpretasi dari hasil uji seperti ini sulit ditemukan bahwa
kadar COHb 16 % dianggap membahayakan kesehatan. Pengaruh bahaya ini tidak
ditemukan pada kadar COHb sebesar 5%.

Pengaruh terhadap janin pada prinsipnya adalah karena pajanan CO pada kadar tinggi
dapat menyebabkan kurangnya pasokan oksigen pada ibu hamil yang konsekuennya
akan menurunkan tekanan oksigen di dalam plasenta dan juga pada janin dan darah.
Hal ini dapat menyebabkan kelahiran prematur atau bayi lahir dengan berat badan
rendah dibandingkan normal.

Menurut evaluasi WHO, kelompok penduduk yang peka (penderita penyakit jantung
atau paru-paru) tidak boleh terpajan oleh CO dengan ka dar yang dapat membentuk
COHb di atas 2,5%. Kondisi ini ekivalen dengan pajanan oleh CO dengan kadar
sebesar 35 mg/m3 selama 1 jam, dan 20 mg/mg selama 8 jam. Oleh karena itu, untuk
menghindari tercapainya kadar COHb 2,5-3,0 % WHO menyarankan pajanan CO
tidak boleh melampaui 25 ppm (29 mg/m3) untuk waktu 1 jam dan 10 ppm (11,5
mg/mg3) untuk waktu 8 jam.

h Timbel
Timbel ditambahkan sebagai bahan aditif pada bensin dalam bentuk timbel
organik (tetraetil-Pb atau tetrametil-Pb). Pada pembakaran bensin, timbel organik ini
berubah bentuk menjadi timbel anorganik. Timbel yang dikeluarkan sebagai gas
buang kendaraan bermotor merupakan partikel-partikel yang berukuran sekitar 0,01
μm. Partikel-partikel timbel ini akan bergabung satu sama lain membentuk ukuran
yang lebih besar, dan keluar sebagai gas buang atau mengendap pada kenalpot.
Pengaruh Pb pada kesehatan yang terutama adalah pada sintesa haemoglobin dan
sistem pada syaraf pusat maupun syaraf tepi. Pengaruh pada sistem pembentukkan Hb
darah yang dapat menyebabkan anemia, ditemukan pada kadar Pb-darah kelompok
dewasa 60-80μg/100 ml dan kelompok anak > 40 μg/100 ml. Pada kadar Pb-darah
kelompok dewasa sekitar 40 μg/100 ml diamati telah ada gangguan terhadap sintesa
Hb, seperti meningkatnya ekskresi asam aminolevulinat (ALA). Pengaruh pada enzim
§-ALAD dapat diamati pada kadar Pb-darah sekitar 10μg/100 ml. Akumulasi
protoporfirin dalam eritrosit (FEP) yang merupakan akibat dari terhambatnya
aktivitas enzim ferrochelatase , dapat terlihat pada wanita edngan kadar Pb-darah 20-
30 μg/100 ml, pada pria dengan kadar 25-35 μg/100 ml, dan pada anak dengan kadar
> 15 μg/100 ml. Pengaruh Pb terhadap hambatan aktivitas enzim ALAD tidak
menyatakan adanya keracunan yang membahayakan, tetapi dapat menunjukkan
adanya pajanan Pb terha dap tubuh. Meningkatnya ekskresi ALA dan akumulasi FEP
adalam urin mencerminkan adanya kerusakan fungsi fisiologi yang pada akhirnya
dapat merusak fungsi metokhondrial.
Pengaruh pada syaraf otak anak diamati pada kadar 60μg/100 ml, yang dapat
menyebabkan gangguan pada perkembangan mental anak. Penelitian pada pengaruh
Pb yang dikaitkan IQ anak telah banyak dilakukan tetapi hasilnya belum konsisten.
Sistem syaraf pusat anak lebih peka dibandingkan dengan orang dewasa. Gangguan
terhadap fungsi syaraf orang dewasa berdasarkan uji psikologi diamati pada kadar Pbdarah
50 μg/100 ml. Sedangkan gangguan sistem syaraf tepi diamati pada kadar Pbdarah
30 μg/100 ml.

Timbel dapat menembus plasenta, dan karena perkembangan otak yang khususnya
peka terhadap logam ini, maka janinlah yang terutama mendapat resiko.

Bahan-Bahan Pencemar yang Dicurigai Menimbulkan Kanker
Pembakaran didalam mesin menghasilkan berbagai bahan pencemar dalam bentuk gas
dan partikulat yang umumnya berukuran lebih kecil dari 2μm. Beberapa dari bahanbahan
pencemar ini merupakan senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik dan
mutagenik, seperti etilen, formaldehid, benzena, metil nitrit dan hidrokarbon
poliaromatik (PAH). Mesin solar akan menghasilkan partikulat dan senyawa-senyawa
yang dapat terikat dalam partikulat seperti PAH, 10 kali lebih besar dibandingkan
dengan mesin bensin yang mengandung timbel. Untuk beberapa senyawa lain seperti
benzena, etilen, formaldehid, benzo(a)pyrene dan metil nitrit , kadar di dalam emisi
mesin bensin akan sama bes arnya dengan mesin solar.
Emisi kendaraan bermotor yang mengandung senyawa karsinogenik diperkirakan
dapat menimbulkan tumor pada organ lain selain paru. Akan tetapi untuk
membuktikan apakah pembentukan tumor tersebut hanya diakibatkan karena asap
solar atau gas lain yang bersifat sebagai iritan.
Dalam banyak kasus, analisis risiko dibuat berdasarkan hasil studi epidemiologi.
Apabila analisis-analisis tersebut cukup lengkap dan dapat mengendalikan berbagai
faktor pengganggu (confounding) seperti misalnya ke biasaan merokok, maka
kesimpulan yang ditarik dapat sangat berharga, tanpa peduli apakah hasil studi pada
umumnya hasil studi seperti itu jarang didapatkan.
Mengesampingkan pengaruh yang langka akibat pencemaran, seperti penyakit tumor
dan kangker semata-mata berdasarkan hasil studi epidemiologi yang negatif,
sebenarnya kurang tepat. Pada studi yang melibatkan populasi kecil (misalnya 1000
orang) terasa wajar apabila hasil studi tentang sejenis tumor yang hanya terjadi pada
beberapa kasus per 100.000 orang, menjadi negatif. Kesulitan menjadi lebih besar
apabila pengaruh yang dicari tersebut dapat timbul karena hal lain, dapat diperkirakan
bahwa persentase peningkatan dalam prevalensi akan sangat kecil.
Hal yang sama ditemukan pada studi eksperimental. Di dalam studi eksperimental,
adanya hubungan antara dosis dan respons untuk dosis rendah sangat sulit untuk
dibuktikan, karena kecilnya jumlah orang yang dapat diteliti. Pengaruh jangka
panjang bisa dilaksanakan pada binatang percobaan, tetapi lagi-lagi di dalam
mengekstrapolasikan penemuan tersebut untuk manusia sering tidak pasti. Hal yang
sering ditemui dalam studi eksperimental seperti ini adalah kesulitan untuk
mensimulasikan kondisi pajanan yang sebenarnya.
Karena itu maka evaluasi secara ilmiah tentang da mpak dari suatu pencemaran
terhadap kesehatan, apabila mungkin, harus didasarkan pada sifat kimiawi dari tiap
senyawa, metabolismenya dan sifat umum lainnya, di samping yang juga ditemukan
dalam studi epidemiologi dan eksperimental.

4. Dampak terhadap lingkungan
Tidak semua senyawa yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor
diketahui dampaknya terhadap lingkungan selain manusia. Beberapa senyawa yang
dihasilkan dari pembakaran sempurna seperti CO2 yang tidak beracun, belakangan ini
menjadi perhatia n orang. Senyawa CO2 sebenarnya merupakan komponen yang secara
alamiah banyak terdapat di udara. Oleh karena itu CO2 dahulunya tidak menepati
urutan pencemaran udara yang menjadi perhatian lebih dari normalnya akibat
penggunaan bahan bakar yang berlebihan setiap tahunnya. Pengaruh CO2 disebut efek
rumah kaca dimana CO2 diatmosfer dapat menyerap energi panas dan
menghalangijalanya energi panas tersebut dari atmosfer ke permukaan yang lebih
tinggi. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya suhu rata -rata di permukaan bumi
dan dapat mengakibatkan meningginya permukaan air laut akibat melelehnya gununggunung
es, yang pada akhirnya akan mengubah berbagai sirklus alamiah.
Pengaruh pencemaran SO2 terhadap lingkungan telah banyak diketahui. Pada
tumbuhan, daun adalah bagian yang paling peka terhadap pencemaran SO2, dimana
akan terdapat bercak atau noda putih atau coklat merah pada permukaan daun. Dalam
beberapa hal, kerusakan pada tumbuhan dan bangunan disebabkan karena SO 2 dan
SO3 di udara, yang masing-masing membentuk asam sulfit dan asam sulfat. Suspensi
asam di udara ini dapat terbawa turun ke tanah bersama air hujan dan mengakibatkan
air hujan bersifat asam. Sifat asam dari air hujan ini dapat menyebabkan korosif pada
logam-logam dan rangka -rangka bangunan, merusak bahan pakian dan tumbuhan.
Oksida nitrogen, NO dan NO2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Pengaruh
NO yang utama terhadap lingkungan adalah dalam pembentukan smog. NO dan NO2
dapat memudarkan warna dari serat-serat rayon dan menyebabkan warna bahan putih
menjadi kekuning-kuningan. Kadar NO2 sebesar 25 ppm yang pada umumnya
dihasilkan adari emisi industri kimia, dapat menyebabkan kerusakan pada banayak
jenis tanaman. Kerusakan daun sebanyak 5 % dari luasnya dapat terjadi pada
pemajanan dengan kadar 4-8 ppm untuk 1 jam pemajanan. Tergantung dari jenis
tanaman, umur tanaman dan lamanya pemajanan, kerusakan terjadi dapat bervariasi.
Kadar NO2 sebesar 0,22 ppm dengan jangka waktu pemajanan 8 bualan terus menrus,
dapat menyebabkan rontoknya daun berbagai je nis tanaman.
5. Penutup
Pada umumnya dalam berbagai kasus pencemaran udara, dalam hal ini pencemaran
udara yang diakibatkan oleh gas buang emisi kendaraan bermotor, dibutuhkan upaya
segera dalam penanggulangannya. Pemantauan udara ambien dan emisi telah
dilaksanakan di DKI Jakarta. Hasil pemantauan pada tahun 1996 yang dilakukan
dalam suatu studi oleh JICA, menunjukan bahwa diantara berbagai bahan pencemaran
yang dipantau, jenis pencemar udara yang sering dilampaui kreteria mutu udara,
adalah partikulat dan hidrokarbon (non-metan). Walaupun hasil penelitian mengenai
dampak pencemaran kedua parameter tersebut masih belum konsisten, mengingat
dampak yang telah disebutkan di atas, maka pencemaran partikulat dan hidrokarbon
yang dicurigai dapat bersifat karsinogenik dan mutagenik, perlu diwaspadai.
Di dalam pengendalian pencemaran udara, seringkali teknologi yang tepat belum
tentu menjamin dapat segera terlaksananya upaya tersebut. Pertimbangan segi
ekonomi sering menjadi kendala utama. Di lain pihak kadang pemecaha n tidak segera
dapat ditemukan karena kurangnya fasilitas teknologi yang ada. Dalam keadaan
seperti ini maka upaya pengendalian pencemaran terhadap lingkungan dapat
dilakukan secara administratif dengan menerapkan peraturan perundangan yang telah
ada secara ketat.

Bahan Bacaan
Pryde LT (1973) Environmental Chemistry ; An Introduction.pp 155-164
Kupchella CE & Hyland MC (1993) Environmental Science,Living within the system
of nature. Pp 270-307
World Health Organization (1977) Environmental Health Criteria No. 3, Lead.
Geneva.
World Health Organization (1977) Environmental Health Criteria No. 4, Oxides of
nitrogen, Geneva.
World Health Organization (1978) Environmental Health Criteria No. 7,
Photochemical oxidants. Geneva.
World Health Organization (1979) Environmental Health Criteria No. 8, Sulfur
oxides and suspended particulate matter. Geneva
International Workshop on Human Health and Enviromental Effects of Motor Vehicle
Fuels snd Their Exhaust Emissions, Sydney, Australia, 6-10 April 1992
Tri-Tugaswati A, Suzuki S, Kiryu Y, Kawada T (1995) Automotive Air Pollution in
Jakarta with Special emphasis on lead, Particulate, and nitrogen dioxide. Jpn J of
Health and human Ecology 61:261-75
Japan International Cooperation Agency (1997) The Study on The Integrated air
Quality Management for Jakarta Metropolitan Area. Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar